Solo—Pertengahan Oktober 2015 Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) merayakan Dies Natalis yang ke 57. Sejumlah tokoh Muhamadiyah menghadiri Miladnya universitas yang didirikan oleh 4 tokoh Muhammadiyah yang salah satunya adalah ibunda tokoh reformasi Amin Rais ibu Sudalmiyah Suhud Rais. Upacara Dies Natalis itu di isi orasi Kebangsaan oleh Ketua MPR, Dr (Hc) H Zulkifli Hasan SE MM. Dalam Dies Natalis ke 57, UMS memberi penghargaan kepada sejumlah tokoh yang berjasa dalam memajukan UMS diantaranya ibu Sudalmiyah Suhud Rais dan Malik Fajar yang pernah menjadi rektor selama 3 tahun (1993-1996).
Tahun ini UMS masuk 10 besar PTS terbaik seluruh Indonesia dan mendapat beberapa penghargaan internasional. Dalam pidatonya Rektor UMS, Prof Bambang Setiaji mengucapkan syukur UMS mampu berdiri dan berkembang hingga saat ini dengan jumlah mahasiswa yang dari tahun ke tahun terus meningkat. Saat ini mahasiswa UMS berjumlah 28.000 dengan jumlah dosesn 550.
Bambang mengaku sedang bingung karena adanya kebijakan pemerintah dalam hal ini Menrisek Dikti yang mendorong agar PTS mengangkat dosen tetap sampai dengan ratio rata-rata 1 ; 30.
Kalau megikut itu, menurut Bambang, diperlukan 2 kali jumlah dosen. Dan ini justru akan mematikan Universitas. ”Dari pengalaman UMS, sekitar 80-90 persen anggaran akan terserap hanya untuk gaji. Dan ini justru akan mematikan PTS,”katanya.
Menurut Bambang, sejak didirikan UMS memakai sistem dosen tidak tetap dengan komposisi 30 tetap dan 70 tidak tetap. Namun UMS kini antara dosen tetap dan tidak tetap 50 : 50. Menurut Bambang pemerintah tidak perlu risau dengan dosen tidak tetap. ”Yang penting PTS bertanggungjawab terhadap sejumlah tatap muka, tidak membiarkan klas-klas kosong,”katanya. Malah, lanjut Bambang, sistem dosen tidak tetap merupakan sistem yang unggul untuk pembelajaran S1, karena memadukan antara teoritisi dan para praktisi diberbagai industri yang mengalam dalam aplikasi dan short cut teori dilapangan.
Menurut Bambang, dosen tidak tetap yang benar-benar dari industri adalah pintu gerbang integrasi dialogis universitas dan industri yang menjadi cita-cia sangat lama.
Sebaliknya sistem dosen tetap, mengajarkan teori (hapalan) dari pengajar. ”Ini sistem kurang sesuai dengAn dikembangkan pada era dimana perguruan tinggi diharapkan memiliki peran yang lebih nyata dalam pengembangan bernagai insustri. Dan ekonomi.
”Yang penting diawasi, bukan dari mana dosen itu bersal tetapi apakah mereka memiliki kualifkasi yang baik dan bwerfungsi sebagaimana mestinya. ”Katanya. (arya)