SUKOHARJO – Dalam rangka menindaklanjuti anjangsana Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Muhammad Nuh ke Swedia, Februari lalu, Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menggelar seminar internasional bertajuk “The First International Conference On Child-Friendly Education”. Seminar berlangsung di Gedung Moh Djazman, kemarin (11/5). Seminar ini merupakan bentuk keprihatinan terhadap situasi di negeri ini yang memiliki banyak catatan kelam tentang terabaikannya hak-hak anak dalam bidang pendidikan.
Ya, baru-baru ini masyarakat dikejutkan dengan kasus bocah Yuyun. Kendati memiliki regulasi yang jelas dan pelaksanaan yang sesuai prosedur, namun ternyata masih banyak kasus-kasus serupa Yuyun yang kurang mendapat perhatian.
“Di Bukittinggi, ada guru yang membiarkan muridnya berkelahi. Ada juga guru STM yang masih menerapkan hukuman tempeleng ke siswa. Terakhir, kasus Yuyun yang pulang sekolah ‘digarap’ 14 orang. Ini bukti bahwa hak-hak anak masih sering diabaikan,” jelas Humas UMS, Anam Sutopo kepada Radar Solo.
Seminar internasional ini diselenggarakan untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya memenuhi hak-hak anak terlebih di bidang pendidikan. Berkolaborasi dengan lima Negara dari tiga benua, yaitu Swedia, Indonesia, Vietnam, Srilanka, dan Namibia, seminar internasional ini berupaya merumuskan pola sistem pendidikan yang memberikan kontribusi konkrit tentang hak-hak anak di bidang pendidikan.
Kontribusi tersebut berupa implementasi sekolah dan pembelajaran yang ramah anak sebagai masukan pada pihak terkait. “Untuk memberikan wacana yang nyata tentang hak-hak anak di bidang pendidikan,” imbuh Anam.
Dengan seminar internasional ini, diharapkan kasus-kasus yang menyangkut anak dapat berkurang dan menurun secara signifikan. Selain itu juga hak-hak anak yang selama ini diabaikan semakin diperhatikan. (ser/aya/fer)